Mari kita mengalbumkan perasaan dalam kenangan...aku susun gambar itu menyerupai cerita bersambung. Itu cerita kita. Aku letakkan satu persatu memori berurutan sesuai peristiwa yang kita lalui...Pertama berkenalan, tidak tahu menahu, kemudian bersahabat, mencari hiburan bersama di pojokan istimewa, makan siang dalam diam, sampai hari dimana kita merelakan raga satu sama lain.
Kau, logika yang kadang tak masuk di hati dan diriku, hati yang kadang tak masuk di akal.
Aku mengingat setiap kata-katamu yang membangkitkan jiwa, setiap tamparanmu yang menusuk membela realita, dan setiap ucapan sayangmu yang tanpa makna. Kau yang lucu dan aneh, si bocah kecil yang dibungkus oleh kulit keperkasaan berhias kerupawanan. Yang membangun figur tangguh dalam kemanjaan, yang kuat tetapi rapuh. Kau yang belum menghapus masa lalu semudah kau berucap tentang lupamu padaku, yang menyisakan bekas luka tak terobati karena terkhianati.
Aku mengingatmu sebagai sandaran hati ketika sepi, penghibur ketika lara, pelindung ketika takut, dan pecinta hati yang merana. Sorot matamu itu masih terekam dan menatapku dalam imajinasi di tempat yang jauh dari jangakuanmu, karena aku tak menghapus kenangan seperti kau mengungkap rasa abstrakmu yang mendatangkan ragu. Sentuhanmu dapat teraba dalam aliran udara masa lalu yang kuingat dalam sendiri dan pelukanmu masih lekat menempel di rengkuhan tak berwujud yang menghangatkan sepi.
Aku mengingatmu yang bermain dalam rasa. Membolak balik kata yang menghabisiku hingga lidahku kelu. Kau mengoreksi perasaan dalam ketidakyakinanmu pada hati seseorang di depanmu. Kita berhadapan namun tak mampu berpandangan. Aku tahu matamu tak mampu menutupi rasa yang ingin kau lisankan seperti aku memahami lidahmu yang selalu mengucap kata yang berkebalikan dengan hati. Kita selalu menyingkirkan waktu untuk bercerita tentang rasa, kemudian pergi sendiri-sendiri dengan ketidakpuasan akan pengakuan.
Aku mengingatmu yang terluka dan tak percaya. Kemudian tugas penyembuhan luka itu diserahkanmu padaku, dengan serangkaian ujian yang kau buat agar kau bisa mempercayai. Kau tak percayai hati tanpa bukti, dan kau menghendaki bukti dengan menguji ketangguhanku untuk memegang janji. Hingga sempat aku bertanya, kemanakah kau yang dirimu dulu?
Kemudian aku melanjutkan menyusun kenangan, karena aku selalu mengingat dalam seribu hari lupamu. Aku mengingatmu lelakiku...yang saat ini kenangannya tersusun rapi di album itu. Hingga nanti suatu hari kita bertemu, aku akan membawanya dan mengajakmu kembali ke perasaan terdahulu. Aku akan bercerita dan mengisahkan kembali sebuah cinta, di hari ketika kau lupa...
Kau dan lupamu, aku dan kesetiaan untuk selalu mengingat...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Polite comment and critic only