Selasa, 27 Maret 2012

Pembebasan


Pada suatu momen penantian, aku membunuh waktu bersama pepohonan di rimbunnya hutan. Kubiarkan sang surya meredup ketika awan hitam melintas didepannya, pagi itu memang tidak seramah biasanya. Angin juga serasa menusuk-nusuk kulit, menambah dinginnya hatiku. Mungkin saat itulah yang disebut orang-orang sebagai titik kehampaan. Ketika logika dan hatiku sama-sama tak mau tahu menahu, berjalan seperti besi-besi yang menyambung rel kereta api, selalu sejajar dan tidak menemukan titik pertemuan. 

Tidak kusangka hidupku bagaikan seekor burung di dalam sangkarnya, ketika aku berhasil melepaskan diri dari satu sangkar, seseorang kembali menangkapku dan meletakkanku pada sangkar yang baru. Entah lebih baik atau mungkin lebih mengenaskan, berulang-ulang seperti itu dan begitu menjemukan. Hari yang kuanggap pentasbihan diriku sebagai manusia yang bebas ternyata tidak seindah yang kubayang-bayangkan. Kebebasan pada akhirnya juga membawaku kepada sel-sel penjara kehidupan lainnya.

Hatiku dahulu terlalu sempit menilai, bahwa kebebasan kuperoleh ketika aku bisa membeli hiburan duniawi yang semu, benda-benda tak penting yang kubeli hanya karena keangkuhan gengsi, dan memiliki semua hal dari godaan keserakahan nafsuku sendiri. Kebebasan adalah memiliki apa yang aku inginkan, dan memiliki semuanya membutuhkan materi. Tapi ternyata materi tidak mampu memberikan kebebasan hakiki, melainkan hanya kebahagiaan palsu.

Kebebasan adalah sesuatu yang selalu kulihat dengan mata yang buta, eksistensinya ada tapi tak dapat teraih oleh jari-jariku. Hidupku selalu dibayangi oleh rezim kediktatoran orang-orang yang menginginkan balas jasa. Mereka memberikannya dengan menahan kakiku untuk beranjak pergi, mereka membebaskan tetapi memasung hak-hakku dengan rasionalitas yang menurut mereka paling masuk akal. Mereka ingin membesarkanku tetapi mengkerdilkan diriku dengan belenggu-belenggu yang mereka ciptakan.

Aku tak tahu apa yang mereka inginkan dari orang sepertiku, begitu pula mereka tak pernah memahamiku. Kubiarkan mereka merenggut apa yang seharusnya kumiliki dan menuntutku waktu demi waktu untuk mencintainya. Bukankah mencintai juga wujud kebebasan? Sehingga akupun berhak untuk tidak mencintai jika cinta itu tidak membebaskanku. Keberadaan mereka adalah perangkapku, penghalangku untuk mencari dunia yang kuimpikan. Dunia yang membebaskanku dari tuntutan untuk menjadi budak penurut kehendak sang majikan.

Ketidakbebasan ini bagaikan sel-sel kanker yang membunuhku, perlahan-lahan tapi pasti. Akhirnya akan berujung pada kematian. Kuyakin mati lebih mudah dibandingkan menjalani hidup tanpa pilihan. Ketika aku mati aku tidak akan menangis lagi, aku tidak akan berontak, dan aku tidak perlu berpura-pura tersenyum diatas penderitaan yang kusembunyikan. Siapa peduli pada kehidupanku ketika aku hanya berwujud jenazah tanpa ruh yang terkubur dalam tanah. Mereka hanya akan mengenangku sebagai seorang pemberontak yang selalu memohon-mohon untuk dilepaskan

Ketakutan akhirnya mengurungku pada satu wilayah dimana hanya ada tembok tanpa pintu. Untuk membebaskan diri kubutuhkan energi yang menghancurkan batasan-batasan. Akhirnya aku pun membiarkan egoku berbicara, siapa yang lebih berhak atas diriku selain diriku dan Tuhan? Kubiarkan kebebasan ini membawaku kemanapun ia berkehendak, akupun tidak peduli siapa yang akan tersakiti atau akan kehilangan diriku, karena sejatinya mereka pun hanya membutuhkan diriku sebatas diriku yang palsu.


Tugas Writing Mas Sigit



In the early of 21 century, the development of technology has been growing so fast and become more important to our society. Today, human being are inseperable with the existence of technology. People using modern technology everywhere to help them and connect between one to another efficiently. 

Today, children growing up in a rapid changing technology which needs more attention from their parents. Technology is like two side of coin. If it used wisely, it will support education and knowledge to the children, on the contrary, it probably has bad influence and making such negative addiction effect. Most of children use technology for pleasure and study purposes. Furthermore, computer now is relatively affordable than 10 years ago and every school, right now, have  computer laboratorium to give their students education about using technology for the right purposes. The expectation of technology in education is giving the children to do self learning, exploring knowledge, creativity and fascination beside for entertaining purposes. 

There are six ways to identify the benefit of using modern technology for children. First of all, technology is valuable if it can accelerate and deepen their basic skills, a study by University of Michigan showed that computer increase efficiency for students to learn something. Then secondly, technology could be a tool for engaging and motivating student. The aim of technology for children is improving their communication skill, problem solving and importantly, developing their positive attitude toward their peer. The third way is building a linkage between academic theory and practices which will prepare the children to understand the theory and real field practices. The fourth benefit of technology is increasing skill for the real work force, the rapid changing of technology in society need an understansing and expertise in using technology. In addition, technology is valuable if it can help to help teacher as a powerful learning tool. Finally, technology should be a catalyst for change in school which means the teacher can provides information, evaluate sources and communicate effecively.

On the contrary, there are some disadvantages of modern technology toward the children. Modern children depend on many modern gadget like television, computer, iphone, music player, and other mechanical things. Technology might be harmful if it is used inappropriately which will decrease children competency. For example, calculator is helpful to do mathematical calculation or digital translator which save time and energy to translate one language to another. Consequently, those kind of digital machines will decrease children’s skill, competency, increasing laziness and make dependence on technology. Technology also has bad effect for children’s behaviour. Children love playing game, watching televison, surfing on the internet, or playing online game. Thus, technology not only give them pleasure but also addictive effect, children will spend more time in front of TV or computer to play than doing their homework or reading book. Modern technology just like social network help people to connect more frequently, nevertheless, a research in America showed that social media make a social isolation which decreasing an intimate and in-depth conversation which might be a dangerous effect for children to build a good relationship with other people personally.

On the light of those facts, the value of technology depends on how people use it. It will be valuable if it used appropriately and vice versa. Children needs a guidance to use technology wisely. With a guidance, the various technology could be very helpful and give a lot of benefit such as doing self learning, exploring informations and knowledge, increasing creativity, and also for developing relationship. Without guidance, the usage will be inappropriate and distract their learning and development.

(Saran dan Kritik ditunggu, terutama berkaitan dengan grammar)


Selasa, 20 Maret 2012

The One with Charlie St Cloud



Sabtu lalu, saya jalan-jalan dengan bahagianya ke MOG. Sebenarnya udah berniat sejak minggu kemarinnya pengen beli DVD Charlie St Cloud...karena...ini adalah filmnya Zac Efron...dan saya adalah fans Zac Efron, sejak Zac bermain di High School Musical 1,2, dan 3, kemudian 17 again, dan film terakhir yang saya tahu adalah Charlie St Cloud ini, saya selalu menonton film-filmnya...Zac Efron is multitalented...dia bisa nyanyi (suaranya bagus pula, pinter main piano pula), ngedance, dan bisa berakting dengan baik...rugi Vannessa Hudgens mutusin si Zac...dan yang terpenting dari keseluruhan, Zac pinter berakting nangis...hahaha...bagi saya pria menangis bukan cengeng, tapi entahlah saya suka jika kadang-kadang seorang pria menangis...


Charlie St Cloud ini berkisah tentang persaudaraan yang begitu dekat antara Charlie dan Sam adiknya yang meninggal di usia 11 tahun karena kecelakaan mobil. Waktu itu, Charlie dan Sam cuma naik mobil berdua aja, soalnya ibu mereka kan kerja, nah malem-malem itu kejadiaannya...waktu mobil mereka menepi, tiba-tiba ada mobil yang menabrak bagian depan mobil mereka dan ketika mobilnya keserempet tiba-tiba ada truk yang nabrak hingga mobilnya kebalik...dan Sam meninggal karena kecelakaan itu. Setelah Sam meninggal, Charlie yang seharusnya dapet beasiswa ke Stanford berjanji nggak akan meninggalkan makam adiknya di kampung halamannya itu, dia malah jadi penjaga kuburan, bagian bersih-bersih, ngusir angsa dan nanemin kuburan dengan bunga-bunga.

Charlie n Sam

Tiap senja saat meriam ditembakkan, Charlie dan Sam (hantunya) janjian di tengah hutan untuk latihan baseball...sampai suatu saat Charlie bertemu seorang cewek yang dia cintai dan dia galau...dia harus memilih siapa, mengikuti si cewek ini atau tetap di kampung halamannya bersama sang adik tercinta...Endingnya...?? Rahasia...hehehe...

Film ini adalah film ke-3 selain The Notebook dan One Last Song (keduanya dari novel Nicholas Spark) yang berhasil membuat saya nangis,,,apalagi di bagian meninggalnya Sam dan si Charlie begitu menyesalnya karena saat itu si Charlie yang nyetir mobil dan nggak bisa menyelamatkan adiknya...

Dan kemudian saya jadi inget kejadian kecelakaan kecil saya beberapa bulan yang lalu...

Waktu itu saya menjemput adik saya malam hari karena ada kegiatan di kampus...entahlah dimana otak saya waktu itu berada, mata saya juga ketinggalan dimana, yang jelas perasaan saya saat itu ketika nyetir mobil beda dari biasanya...di perjalanan hampir 2 kali kami hampir menabrak truk...pertama di tikungan daerah blimbing, ada truk bermuatan mau nyalip dan hampir nabrak mobil saya...kedua di depan Bentoel ada kontainer mau masuk pabrik dan entah saya nggak tahu pikiran saya dimana, kalau adik saya nggak nyuruh ngerem, mungkin saya sudah nabrak kontainer...dan akhirnya di depan gang rumah kami terjadilah insiden mobil kami ditabrak sepeda motor hingga pesok...

Waktu itu saya sama sekali nggak liat kalau ada sepeda motor ngebut, langsung saja saya memotong jalan dan masuk gang dan tiba-tiba adik saya teriak karena sepeda itu ngebut kenceng sekali...saya udah nggak bisa apa-apa dan si Bapak yang ngebut itu nabrak dan jatuh...kakinya luka...kaki saya rasanya lemes nggak bisa berdiri, kaget...dan anehnya si Bapak itu minta-minta maaf sama saya waktu saya tolongin..saya juga nggak tahu siapa yang salah siapa yang bener, tapi alhamdulilah akhirnya baik-baik aja...


Saya nggak bisa membayangkan gimana perasaan saya seandainya saya berada di situasi yang sama dengan Charlie...itulah yang menyebabkan saya menangis waktu nonton film ini, saya bersyukur cuma sepeda motor yang menabrak mobil saya, bukan truk atau mobil berkecepatan tinggi...alhamdulilah masih dilindungi oleh Allah SWT.

Film ini mengingatkan saya pada adik saya dan komeng...dua orang berbeda yang sama...Mengingat Nduty karena saya pernah mengalami kejadian yang sama dengan Charlie-Sam bersama Nduty. Mengingat Komeng karena (entahlah) sejak pertama kali saya liat Zac Efron tahun 2008 lalu, figur seorang Komeng selalu menempel di Zac kecuali gantengnya yang beda...hahaha...dan banyak orang selalu menyangkal pendapat bahwa Komeng-Zac itu mirip...

Akhirnya...Charlie St Cloud mengajarkan pada saya bahwa, ketika kita mencintai seseorang yang meninggalkan kita, suatu ketika kita pun harus realistis...jika cinta itu sudah tak teraih lagi, kenapa kita harus melewatkan cinta yang ada disamping kita...meski kadang realistis itu menyakitkan, tapi merelakan seseorang yang kita cintai dengan sangat adalah cara mencintai yang terbaik...

Live, Love, Let Go

Sabtu, 17 Maret 2012

Nada yang Tak Kau Selesaikan


Do re mi fa sol la...kau berhenti sampai di nada ke-6...kau diam tak berpatah kata tanpa ekspresi dan bibirmu kelu...aku tahu siapa dirimu, meski mengenalmu membutuhkan ribuan kesabaran. Aku memahami kerasnya hatimu, karena kau telah terjebak dalam perangkap masa lalumu, kau sembunyikan rasa sakit itu, dan ketika semuanya telah terkumpul, menjadi sebuah perasaan tak menyenangkan yang terakumulasi, sesak tak terbendung, kau akan menyerangku dengan rasa sakitmu dan aku akan tetap bertahan dengan satu alasan.

”Kenapa kau tidak menyelesaikan tangga nada yang kau bunyikan sendiri?” Akupun yang tak kuasa menahan rasa ingin tahu dalam keraguanmu akhirnya melontarkan pertanyaan...

“Apa karena kau tak tahu kemana kau akan meneruskan lagu yang kau gubah sendiri, dengan kata-kata yang kau tulis, dan kemudian kau ingkari sendiri?” Aku ingin menyerang balik hatimu, tapi akupun tak tega...Seseorang berkata, hati yang mulia tidak pernah mengajarimu untuk membenci melainkan menumbuhkan kasih meski ditengah padang rumput kebencian...kemudian memaafkan...selanjutnya melupakan...akhirnya penerimaan tanpa syarat...

Aku tahu, memulai sesuatu dengan sebuah kesalahan yang disengaja bukanlah cara yang tepat untuk memulai. Jika kita ingin bersama, seharusnya kita memulai dari nada dasar do...Do seharusnya membunyikan nada perasaan mendasar yang hanya kita rasakan bersama...bukan kegilaan untuk menyembuhkan luka-luka masa lalu dengan mengisi kekosongan bersama kesenangan tanpa perasaan...Kita menampikkan lara bersama, mengenyahkan persepsi dan merasionalisasikan sebuah kekeliruan...

Ketika kita berpindah pada Re...nada kedua akan membimbingmu dan diriku ke satu baris not yang kita tulis bersama dengan kesepakatan...bukankah sebuah lagu yang ditulis bersama harus disepakati akan berbunyi seperti apa bila gitar yang akan melantunkannya...Jika kita tak bersepakat, maka bagaimana kita akan menyanyikan lagu kita bersama...Sampai di nada kedua kau kemudian merenung lagi...entah kau setuju atau kau berontak, perasaanmu begitu kacau tak terbaca, kebingungan mendefinisikan kesepakatan sebagai kontrak yang memenjarakanmu di sebuah kotak pengekang kebebasan.

Mi...kau semakin bingung...Lagu itu belum selesai kau tulis, tapi kau kembali lagi ke lirik awalnya. Kalimat dimana aku yang mengarangnya...kemudian kau hendak mengiyakan, namun kau masih belum tahu. Kadang aku ingin menganggapmu begitu bodoh dan pengecut, tapi sayangku ingin memelukmu dan disampingmu ketika kau begitu kacau seperti saat kau melanjutkan nada ke Mi. Kau tahu, tak ada restu untuk bersamamu kulawan dengan segala keyakinan karena aku berpegang pada ketidak absolutan di hidup ini. Begitu juga hatimu yang tak akan kekal pada satu keinginan. 

Ayolah kita beranjak ke Fa...ketakutanmu mulai sirna. Hilang karena ketidakpedulianmu pada keserasian, keegoisanmu pada kepastian dan keangkuhanmu pada prinsipmu yang kau agung-agungkan. Tahukah kau aku tak pernah takut menjadi sebuah perisai, dan tak pernah takut untuk merasa tidak bahagia. Aku begitu menikmati setiap rasa sakit di fase-fase dimana aku harus sendirian menyembuhkan batin, dimana aku harus bersembunyi dari penghakiman, dan harus bersandar tanpa siapa-siapa. 

Ketika kau mulai beranjak ke Sol...aku semakin memahami...lagu kita tak akan pernah selesai karena kita tak pernah memulainya. Kita hanya terjebak ditengah kemesraan dan pemberontakan. Aku ingin kau memahami, air mengalir pergi ke lautan, hidup ini akan kita biarkan mengalir, tapi aku ingin lagu ini memiliki iramanya. Lagi-lagi kau hanya tersenyum simpul, kau meremehkan kehidupan dan rodanya, kau mengacuhkan kehidupan dan suratannya, terlebih kau tak menghiraukan kehidupan dan hukumannya. Baiklah...jika kita tetap tak bersepakat sampai di Sol...akan kubiarkan kau beranjak pada nada berikutnya. Tapi silahkan kau bunyikan sendirian...

La.....nada ke-6 kau lantunkan...kaupun berubah pikiran. “Ayo kita menuliskannya bersama-sama. Aku ingin kau disini dan mengarangnya juga. Berikan ide-idemu, curahkan perasaanmu, disampingku, dan jangan menyela jika aku sedang berpendapat?” Kau tiba-tiba merubah sikap, tapi aku tak meyakini hatimu. “Baiklah, ayo kita coba kembali di nada keenam ini, siapa tahu kita akan berhasil menggubahnya bersama.” Ternyata aku selalu kalah dengan perlawanan untuk meninggalkanmu waktu demi waktu, dan lagi-lagi satu kata itulah yang membuatku tetap bertahan. Aku maju mundur ibarat orang tanpa pendirian yang tak meyakini hatinya sendiri. Kutunggu kau sampai kau siap melanjutkan lagu ini ke Si...dan kemudian kau kembali ragu-ragu dan menghukumku dalam diammu.

Sontak kau berhenti...belum kau bunyikan nada selanjutnya. Kau tiba-tiba berubah pikiran, kau luapkan emosimu seperti api yang dinyalakan tanpa pemantik. Berkata-kata hal yang meyakinkan aku bahwa belum kau letakkan ketulusan dalam lagu kita. Bagaimana kita akan menyanyikannya dengan penjiwaan? Kubiarkan diriku mendampingi diammu yang menyakitkan, aku tak belajar membenci, tapi tampaknya harus belajar melupakan. Baiklah kuputuskan... silahkan lanjutkan lagu ini sendiri dalam kesempurnaan yang kau hendaki, dalam keindahan yang kau lukis dalam harapan, dalam kebahagiaan konyol yang kau imajinasikan. Aku berhenti sampai di nada yang tak ingin kau selesaikan... Si...

Kemudian aku akan kembali membunyikan do...

Karena sayangku

Aku memiliki nada yang sempurna

dan malangnya

bukan kau

yang nanti akan menyelesaikan laguku

Jumat, 16 Maret 2012

Bahagianya Saya (^_^)

Alhamdulilah...

Hari ini saya senang tanpa sebab, yang jelas perasaan bersyukur itu sejak pagi rasanya selalu ada di hati saya...mungkin hari ini dosa saya diampuni sedikit sama Tuhan...amiin semoga saja...

Entah kenapa saya senang saya juga nggak tahu...

Beberapa hari ini, beberapa teman baik saya curhat tentang permasalahan mereka masing-masing,

Ada yang cerita tentang permasalahan urusan pernikahannya yang nggak kunjung beres dan bikin frustasi.

Ada yang curhat tentang mantan pacar yang menteror dia terus menerus sampai dia bertengkar dengan ibunya gara-gara sang mantan

Ada yang berkisah tentang kesumpekannya bekerja di sebuah KAP dan bingung memilih resign sementara belum ada pekerjaan pengganti...

Saya senang curhat, tapi mendengarkan curhat teman ternyata membuat saya lebih banyak belajar
Kemudian dengan banyak mendengarkan keluh kesah teman, saya menyadari

I am not alone...

Bukan saya saja yang menderita di dalam kehidupan ini, masing-masing dari kita memiliki masalah sendiri-sendiri...saya masih bermasalah dengan kemapanan, merintis bisnis dan meraih impian-impian besar, yang lain bermasalah dengan pekerjaan, pasangan, mantan, orang tua...itulah hidup, yang ada hanya kita harus menghadapi masalah kita masing-masing dengan gagah berani...

Sekalipun saya harus kehabisan harga diri...ahahahaha...

Saya bersyukur menjadi saya...saya senang menjadi diri saya...saya menerima diri saya dan nggak ingin menjadi siapapun di dunia ini, saya mencintai kehidupan saya dan orang-orang di sekitar saya, saya beruntung bisa memilih apa yang saya inginkan...

Bahagia itu ada di hati, 

Kita nggak perlu dicintai untuk bahagia...tapi mencintai itu adalah kebahagiaan...
Semakin banyak saya mencintai mereka dan seluruh hal kecil dalam kehidupan saya, semakin bahagialah saya...

Dan entah kenapa hari ini saya sangat bahagia

Saya hanya melihat kedepan
masa lalu hanya bagian dari pelajaran hidup saya dan saya berterima kasih atas segala penderitaan dan ketidak bahagiaan di masa lalu

Bahagia itu ibarat menyanyikan sebuah lagu dan hanyut di dalamnya sambil joget-joget sendiri...sampai akhirnya pantat saya kebentur kursi...dan kemudian saya tertawa lebar karena melihat ekspresi mbah ti antara marah dan kasihan melihat saya, cucunya yang nggak anggun sama sekali...

Itu bahagia saya...

Tidak ada yang bisa menghalangi orang bahagia untuk narsis!