Janjimu masih kusimpan dalam sebuah kotak, bahkan ketika benda itu harus kugadaikan karena aku butuh uang untuk hidup di negeri ini, aku menebusnya dengan bekerja lembur di sebuah toko pastry di kota ini. Kota yang jauh dari pangkuan ibundaku, dimana pelukan gratis dan senyuman tulus keluargaku susah untuk kubeli, yang ada hanya memutar balikkan kenangan mereka dalam angan. Bukan benda itu yang berarti untuk kutebus, tapi janjimu, yang selalu kuhitung tanggal jatuh temponya di kalender samping tempat tidur apartemenku.
Aku tahu siapa yang meninggalkan dan melupakanmu, dan orang itu adalah diriku. Diriku yang selalu berusaha menutup kata selamanya dalam huruf-huruf yang kau tulis. Selamanya adalah ikatan waktu, yang menghubungkan hati, entah dalam bentuk apa perasaan itu. Tapi aku tak ingin selamanya terngiang diakhir kata kamu dan aku. Kala itu aku dituntun oleh egoisme dan rasa tak tahu diri, meninggalkanmu tanpa alasan dan perpisahan yang jelas. Kau marah? Kecewa? Aku tak ingin peduli, meski ketidakpedulian begitu menyiksaku dengan rasa bersalah pada tahun-tahun berikutnya.
Dirimu jelas tahu siapa aku, dan kata pun tak mampu menyembunyikan dusta paling jelas yang dihias dengan kenaifan seorang diriku. Mari kita berpura-pura tak tahu menahu. Persetan dengan perasaan, abaikan saja, seorang pemalu sepertiku seakan membisu ketika berhadapan dengan dirimu. Siapa sangka aku malu? Mungkin dirimu satu-satunya yang memiliki kekuatan untuk menundukkan keliaranku menjadi rasa malu.
Hari ini jelas tanggal jatuh tempo, dan kita akan bertemu pada satu tempat.
Sydney Harbour...
Entah kenapa kau memilih tempat ini 6 tahun lalu, diriku yang kala itu hanya bisa mengangguk-angguk tanda setuju dan tunduk pada keinginanmu. Mungkin kau mempercayai bahwa suatu hari aku akan berkelana ke kota ini, dan selamat kau benar...5 tahun aku hidup disini, kesepian ditemani impian-impian yang satu-persatu telah kutebus. Hanya impian tentangmu yang belum lunas.
Aku berharap kau akan datang, waktu mungkin akan banyak mengubahmu menjadi lebih bijaksana dan dewasa. Dirimu hanya berbentuk gambaran dalam benak, karena kita tidak saling menyapa selama itu. Deskripsi dirimu hari ini hanya berbentuk fantasi seseorang yang pernah satu tahun hidup dalam mimpinya bersamamu.
Seharusnya aku membawakanmu sesuatu, hmm...aku berpikir...aku rasa itu tidak perlu. Aku hanya perlu memakai pakaian kerja putihku, celana hitamku, sepatu pantofel...gambaran diriku saat ini. Bertahun-tahun diriku hidup sendiri di kota serba mahal, mencari jati diri dan tetap berambisi untuk mengejar mimpi, tidak kusangka di kota ini hari yang kutunggu tiba dan beberapa menit lagi aku akan bertemu denganmu. Mungkin...aku tidak akan banyak berharap.
Berjalanlah diriku di sisi pedestrian kota ini yang rapi. Senja tiba dan mendadak matahari ingin beristirahat, malam bersetubuh dengan kota yang penuh keglamouran semu. Lampu-lampu di sekeliling kota mulai dinyalakan, dan pelabuhan dipenuhi oleh kapal-kapal yang menepi. Aku bisa memandang gedung opera dengan lampu-lampunya yang indah, ah...tapi tidak ada yang bisa mengalahkan pemandangan indah dirimu di mataku.
Aku tak memiliki alamatmu, atau nomer telponmu. Tidak tahu bagaimana cara untuk memberitahumu tentang hari ini. Semua tentangmu sudah kulenyapkan 6 tahun lalu, dan bodohnya aku masih mempercayai jika kau akan menepati janjimu di tempat ini, berharap memulai yang baru. Kita berjanji bertemu pukul 8 malam...dan pada pukul 7 lewat 45 menit, aku sudah duduk di bangku tepat di depan pasar ikan yang selalu kukunjungi di pagi buta. Peter menyapaku dan bertanya kenapa diriku dengan tidak biasa datang berkunjung pada malam hari. Peter adalah nelayan baik hati yang selalu memberiku diskon ketika aku membeli tuna di pasar ikan.
2 jam aku duduk di pelabuhan...mulai gila dengan pemikiran-pemikiran aneh tentangmu. Bayangan tergila adalah kau sudah meninggalkan kehidupan yang absurd ini, jangan, aku tidak ingin kau mati sebelum aku menepati janjiku dan memohon maaf padamu. Aku tahu diriku yang konyol dan tetap berharap padamu, hanya orang bodoh yang percaya mencintai tanpa berharap balasan, dan itulah yang kubenci dari diriku. Aku selalu berusaha mencinta, tanpa ujung yang jelas, tanpa batasan yang disebut akhiran.
Bodoh, konyol, idiot...diriku mengumpat tanpa sasaran.
Menyesal karena aku pernah mengenal dirimu yang begitu sempurna dalam ketidaksempurnaan, dan ketika aku ingin pergi dari dirimu ternyata aku masih berharap untuk bertemu. Bertemu di tampat khayalan kita berdua saat itu, yang mustahil akan kau singgahi hanya karena janji pada seseorang yang tidak berarti untukmu.
Baiklah, janji itu kubuang ke laut. Biarkan saja para hiu memakan benda itu bersama janjimu di dalamnya dan membantuku untuk melupakan angan-angan bodoh yang kusimpan selama 6 tahun. Batang hidungmu tidak akan mungkin kulihat selamanya, atau mungkin kau telah memiliki kehidupan baru yang mampu menghapus diriku selamanya dari otak dan hatimu.
Begitulah aku, cukup kebodohanku tertuju karena menyukaimu. Kau adalah kesalahan terbesar yang tidak pernah sekalipun kusesali, namun hidup akan terus berjalan sekalipun aku tidak memiliki alasan untuk mempertahankannya. Bumi terus berotasi meski manusia berhenti bermimpi, senantiasa berevolusi mengelilingi matahari sekalipun manusia jatuh dan terhenti pada satu titik keputusasaan hidupnya.
Aku beranjak dari bangku dan berjalan menjauhi pelabuhan.
Tiba-tiba langkahku terhenti karena didepanku ada
Dirimu...
Yang selalu kunanti bertahun-tahun
Tanpa memedulikan perasaan siapapun di dunia ini
Kusambut pelukmu dan air mata rindu itu menetes satu persatu
Karena
Janji itu akhirnya
Telah kau lunasi
di
SYDNEY HARBOUR
(Somewhere over the rainbow, April 26, 2011)
All pictures are taken from the internet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Polite comment and critic only