Selasa, 17 April 2012

Hari Ketika Mbah Herman Pergi...


19 Agustus 1999, pertama kalinya dalam hidup saya, saya kehilangan seseorang yang begitu penting dalam hidup saya. Mbah Kung Benny...Seandainya saat itu saya tahu bahwa hari itulah terakhir kalinya saya akan melihat Mbah Kung, saya ingin merekam setiap bagian terakhir pertemuan saya dengan mbah kung, ketika beliau mengantarkan saya pergi ke sekolah di pagi hari seperti biasanya. Pastinya saya akan memeluknya, menciumnya dan berkata bahwa saya begitu mencintainya...dan ketika beliau pergi, saya bisa merelakannya dengan perasaan lega...

Itulah hidup yang bisa seketika memberi kita begitu banyak kebahagiaan, sekaligus punya kuasa untuk merenggut kebahagiaan kita tanpa mau sedikit berkompromi...

Hari ini, Mbah Hermanto Reksoprodjo, kakak dari Mbah Kung Benny meninggal dunia setelah sempat dirawat di ICU sejak hari minggu lalu...



Mbah Herman...adalah salah satu kakek yang memiliki tempat tersendiri di hati saya. Meski beliau bukan kakek langsung saya, tapi beliau selalu mengingat saya sebagaimana cucunya seperti saya menyayangi beliau sebagai pengganti Mbah kung Benny...melihat wajah beliau selalu mengingatkan saya pada refleksi mbah kung Benny...

Ketika berita itu sampai di Malang, Mbah Ti bercerita pada saya pagi tadi ketika saya sedang mempersiapkan catering untuk hari ini bahwa Mbah Herman telah dipundhut oleh Allah SWT...saya hanya bengong, diam...kemudian memori 12 tahun yang lalu serasa diputar kembali dalam benak saya...

Saat itu Mbah Herman, dan Mbah Umi berkunjung ke Malang beberapa saat setelah Mbah Kung meninggal. Beliau menginap beberapa hari di rumah. Saya ingat sekali bagaimana kondisi beliau saat itu yang mengalami kesulitan untuk berjalan ditambah tangan beliau yang sering bergetar karena penyakit parkinson. Mbah Herman saat itu sangat suka melihat saya bermain keyboard, kebetulan saya saat SD hanya bisa memainkan lagu Burung Hantu dan Rayuan Pulau Kelapa...dan sejak saat itulah Mbah Herman memanggil saya dengan sebutan Burung Hantu...Akhirnya, setiap kali Mbah Ti dan Mbah Herman saling menelpon, Mbah Herman tidak lupa bertanya

“Apa kabar si Burung Hantu...?”


Lama sekali saya tidak bertemu beliau, kami sempat berkirim surat, kartu pos dan ucapan lebaran. Sampai sekarang saya masih menyimpan kartu pos yang beliau kirimkan pada saya beberapa tahun lalu. Terakhir kalinya kami saling kontak melalui facebook, dan saya memuji beliau yang begitu mengikuti perkembangan jaman dan mau belajar ber-facebook-an...

Seketika memori itu kembali, ketika itu pula saya menangis sambil memasukkan makanan ke lunchbox...rasanya hati saya saat itu sakit sekali...

Saya menyesal kenapa niatan saya mengunjungi beliau saat saya di Jakarta dulu belum terealisasi. Saya ingin sekali mengunjungi beliau, tapi saya nggak tahu arah dan dimana rumah beliau di Lebak Bulus. Berharap ada saudara yang bisa mengantarkan saya kesana, tapi tampaknya niatan itu sampai saat ini hanya akan menjadi niatan yang saya sesali,,,menyesal kenapa dulu nggak berusaha sendiri pergi kesana dan ketemu Mbah Herman...

Meski penyesalan seperti ini nggak ada gunanya, tapi penyesalan itu jika didiskripsikan rasanya seperti ada sesuatu yang mengganjal di dada saya...sakit sekali, ketika rasa sakit itu makin ditangisi maka akan makin menyesak dan mengganjal...

Mbah Herman sekarang telah kembali ke pelukan Sang Pencipta...dan yang bisa saya lakukan adalah mendoakannya. Mendoakannya adalah cara saya memeluknya dari jauh...

Semoga beliau bahagia di pelukanNya...



 Doa dan Cinta untuk Mbahku, Hermanto Reksoprodjo

-Burung Hantu-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Polite comment and critic only