Jumat, 20 September 2013

ROOTS BEFORE BRANCHES



Gotta have roots, before branches
to know who I am before I know who I am gonna be...

Tulisan ini terinspirasi dari lagu yang berjudul sama “Roots before branches” (dinyanyikan oleh Lea Michele di episode terakhir Glee Season 3) dan acara reality show Junior Masterchef Australia S2.



Sebagai seseorang yang pernah mengalami sebuah disorientasi cita-cita 5 tahun lalu, sesuatu yang saya sayangkan (bukan sesalkan) adalah keterlambatan saya untuk mengenali diri saya dan apa yang saya inginkan. Seandainya sejak awal saya mengetahui “WHO I AM”, pastilah saya lebih memilih mengambil studi di ilmu yang sangat membuat dunia saya sangat indah...CULINARY WORLD!

I know I meant for something else, first I’ve got to find myself

Entahlah, apakah ini adalah pola pikir old fashion para orang tua ataukah memang zaman yang telah sangat berubah. Orang tua saya, seperti kebanyakan orang tua lainnya, saat itu berpikir bagaimana agar anak-anaknya bisa mendapatkan pendidikan tinggi kemudian setelah lulus bekerja di perusahaan-perusahaan bagus bergaji besar sesuai bidang studinya, sehingga suatu saat bisa mandiri secara finansial.

Sebagai calon orang tua di masa depan, sepertinya cara mendidik anak seperti itu sudah ketinggalan jaman. Bahkan, salah satu paman saya yang pernah merasakan hidup di lingkungan barat, pernah bilang kalau anak-anak bule itu sejak kecil sudah diarahkan orang tuanya untuk melakukan apa yang dia suka. Seperti halnya para kontestan junior masterchef aussie...

Isabella & Jack, kecil-kecil sudah punya impian besar


Di usia seperti mereka, seorang saya pun hanya bisa masak beberapa masakan dasar yang gampang-gampang seperti telur dadar, nasi goreng, sup...ya begitu-begitu aja. nothing special. Sedangkan mereka yang masih sangat-sangat muda (kalo nggak salah mulai usia 10 tahun alias kelas 6 SD...eh 10 atau 8 ya?? pokoknya sekitar itu) sudah bisa bikin beraneka ragam culinary product dari berbagai negara, bikin makanan sejenis pavlova, croqembouche, macaron, pie, masakan asia seperti indian curry, thai green curry, dan masih banyak makanan aneh yang tidak pernah terlintas di benak seorang trimbil usia 10 tahun. Sampai saya berpikir, gimanaa cara orang tuanya ngajarin mereka sampai-sampai di usia segitu mereka sudah bisa bikin kalimat “saya ingin jadi chef dan punya restoran suatu hari” sementara anak-anak kita masih berkutat pada jawaban klasik pengen jadi dokter, tentara, atau pilot.

Inilah yang dimaksud dengan “To know who I am before I know who I am gonna be”

Jika kita nggak tahu siapa diri kita, jati diri kita sesungguhnya, kita nggak akan pernah tau mau jadi apa kita di masa depan. Mengenali diri sendiri dalam pengertian saya bukan mengenali apa yang kita MAU, melainkan apa yang kita INGINKAN di dalam hati kita. Di dalam hati itulah kita akan mengenali diri kita, siapa kita, dan ingin menjadi apa kita nanti. Itulah yang disebut menanamkan AKAR sebelum menumbuhkan DAHAN...

And faith to take chances, to live like I see a place in this world for me...

Bekerja di perusahaan orang adalah salah satu mewujudkan impian orang lain.


Setelah tahu apa yang kita inginkan dan jati diri kita, maka selanjutnya adalah melakukan apapun agar tujuan itu tercapai. Meski terlambat, saat ini saya sudah menentukan cita-cita saya sebagai culinarypreneur. Cita-cita awal saya adalah menjadi professional chef belajar molecular gastronomy dan punya restaurant berbintang atau premium pastry shop, karena keadaan yang membuat saya tidak bisa belajar culinary art (akibat ditolak semua aplikasi beasiswa saya...hahaha) maka saya tetapkan saya akan tetap berkarya di bidang ini dan suatu hari “Saya akan menjadi salah satu culinary icon Indonesia” aiiiih.....kayak William Wongso dong...(bahkan host masak sepopuler Nigella Lawson pun bukan seorang chef, kenapa saya gak bisa jadi culinary icon??)

Faith to take chances...keberanian mengambil peluang-peluang itu yang akan membuat kita belajar dan maju. Yaaaa.........meski seringkali kenekatan saya untuk  ngambil job-job besar sering berakibat diomelin mbah ti dan ibuk tapiii yaa itulah kesempatan...kalo mau main aman ya kita nggak akan berkembang...untungnya para staf setia AFEX dan masjo Fahmi selalu mendukung saya untuk nyari job-job besar yang high risk...(makasih mbak ning, makasih mas pin)

Kita harus punya ketekunan dan keyakinan untuk mengambil peluang agar suatu hari kita bisa hidup dalam impian kita (to live like i see, a place in this world for me)

Overall...sebagai calon bapak/ibu, mama/papa, ayah/bunda, abi/umi...hahaha...sudah saatnya kita berubah, kalau dulu kita dididik dengan pola “sekolah biar bisa kerja” saat ini mungkin sudah waktunya kita mendidik anak-anak kita untuk menemukan jati dirinya...entah dia ingin menjadi karyawan atau pengusaha, yang penting nanti dia hidup dengan cara yang dia inginkan, bukan dengan cara yang kita inginkan...

Bukan orang tua yang memilih anak ini harus sekolah ini, ambil studi ini, kerja disini, di kota ini, di perusahaan ini yang gini gitu begini begono...nanti jadinya kayak si trimbil, lulusan S1 akuntansi yang galau akhirnya nyemplung di dunia F&B...

Tugas kita sebagai calon orang tua/orang tua di masa depan untuk membekali anak-anak kita dengan iman dan ilmu, mengajarkan mereka hal-hal baik dalam kehidupan...tapi biarkan mereka memilih mau menjadi apa mereka nanti...dan kita akan mengarahkan agar mereka bisa menjadi apa yang mereka cita-citakan #belajar jadi ortu