Kamis, 10 Januari 2013

Diam


DIAM

Ya
Aku diam
Tidak tahu harus berbuat apa
Menjadi seperti apa
Berkata apa

Tapi
Ada yang bilang
Kalau kamu marah
Lebih baik kamu diam
Karena lidah itu
paling tajam di dunia
Daripada marah dan meluapkannya
Dengan membabi buta
Ceplas ceplos asal lega
Lebih baik kamu diam

Ya
Aku diam
Diam yang menyesakkan
Meski aku pengen dengan lantang bicara
Apa gunanya bersikeras
Kalo akhirnya malah membawa petaka
Lebih baik diam saja
Pendam
Simpan

Ya
Tapi aku juga manusia
Pada saatnya
Diamku pun akan berterus terang
Aku marah dibandingkan
Aku sakit hati dianaktirikan
Aku tersinggung
Tapi nyatanya toh aku tetap diam
Karena aku hanya akan menulis
Tulisan dalam diam
Meski diamku membunuh
Jika aku tidak suka
Apakah ada guna aku membela
Apakah bisa aku memaksa
Nyatanya akupun bukan siapa-siapa
Jadi aku tetap harus diam
Diam yang menyiksa karena aku suka berbicara
Tapi jika bicaraku akan mencela
Kasihku berkata
Cinta akan menyimpannya dalam diam

Akhirnya aku diam
Jika aku tidak suka
Jika tidak terima
Aku harus memaksa
Kehendakku menjadi sesuatu
Yang diinginkan orang atas diriku
Bolehkah aku berontak?

Boleh

Tapi aku memilih diam
Diam menjadi bom waktu
Tinggal menunggu saatnya
Untuk meledakkan kata
Tapi akhirnya jika sebuah kata
Menggores hati tanpa makna
Melukai jiwa tanpa berencana
Lebih baik aku menundanya
Dalam diam

Ya

Selama ini aku diam
Meski tak setuju
Meski tak ingin
Aku selalu setia
Bersama diamku

sst,,,
Selesai
Diam
Tidurlah jangan mengoceh terus
Katanya mau diam
Kok masih nulis

Iya soalnya aku sudah bosan diam
Kalau sekarang?
Apa boleh aku bicara?

Nggak boleh
Ya sudah
Aku diam aja deh

Dalam diam yang menyumpekkan

Astri


Selasa, 08 Januari 2013

Percayalah


Percayalah

Kisah hanya ada di tengah
Awalan hanya titik dan akhiran cuma bayangan
Aku ingin melukis rupamu
Pemandangan yang tak pernah bosan kupigurakan dalam angan
Senyummu melegakan dahaga
Rengkuhan perlindungan
Dan
Kasihmu yang membimbing
Ijinkan aku meniti setiap fase
Menikmati masing-masing pijakannya
Membiarkan kakiku berdiri ditengah butiran pasir
Merasakan kehidupan, merasukkan penderitaan
Meleburkan masa lalu
Merajut kembali benang-benang diatas luka
Karena
Cintamu adalah senyawa
Pengisi gelapnya batin
Jiwa yang membangun impian
Kasih dalam kesederhanaan
Adakah yang lebih baik
dari sebuah pengorbanan tanpa bayaran
tidak ada yang lebih besar
dari sebuah janji sehati semati
Ketika lisan tak hanya mengucap kata tanpa arti
Saat batin tak hanya ditali oleh cinta
Di waktu kesetiaan tak bisa dibeli dengan janji
Aku tahu saat itu kau akan ada
Menghapus semua dusta dan dosa
Menjalankan setiap detik waktuku yang pernah berhenti
Ya
Khilaf yang melenakan
Nafsu yang mengaburkan
Kebahagiaan yang semu
Lenyap tersapu masa
Hilang tertelan kenangan
Di suatu tempat dan waktu
Percayalah
Aku
Disana
Ada
Pagi
Siang
Malam
Percayalah...



Senin, 07 Januari 2013

Fenomena Show Off dan Sosmed


FENOMENA SHOW OFF dan SOSMED

Entahlah...hidup jaman sekarang sepertinya disetting sedemikian rupa sehingga setiap orang punya tolok ukur agar eksistensinya diakui, baik di dunia maya atau nyata. Tulisan ini hanyalah opini, tanpa bermaksud untuk menyindir dan mengkritik...tulisan ini hanya hasil dari pengamatan saya semata tentang sebuah fenomena yang akhir-akhir ini sering terjadi di media sosial...

Beberapa jam yang lalu, saya menulis status di sebuah akun social networking bahwa saat ini sering kali seseorang update status tentang dimana dia dan apa yang dia lakukan saat itu. Kebanyakan mereka akan membuat status ketika mereka di suatu tempat istimewa, misalnya di sebuah kota di luar negeri, sedang makan di restoran berkelas, sedang mengunjungi sebuah kedai kopi high class dan sebagainya...

Kadang geli juga membaca status b****b***y demikian, karena fenomenanya adalah, jarang sekali yang menulis status bahwa dia sedang di pasar tradisional yang lekat dengan image becek, kotor, kumuh, atau bercerita tentang kegiatan “check in” di sawah, kampung atau warteg...ahahaha... “si A checked in @bandara Incheon”, “si B checked in @Starbucks Mall A, dengan status : ngopi dulu aah..” si C checked in @hotel ritz carlton, dengan status : meeting sama klien”

Tidak dapat dipungkiri, media sosial adalah salah satu cara kita untuk melakukan branding. Jika tidak melakukan branding bisnis, maka yang bisa dilakukan adalah melakukan branding diri sendiri. Mari kita pisahkan antara ranah branding bisnis dan branding diri sendiri...

Branding dalam bisnis adalah salah satu cara sebuah perusahaan untuk membentuk image di mata masyarakat agar masyarakat memiliki kedekatan personal dengan merek tersebut. Begitu pula fenomena di media sosial, seseorang, bahkan mungkin saya sendiri, seringkali melakukan self-branding untuk menunjukkan siapa saya, karakter saya, apa yang membuat saya unik...nah, seringkali seseorang akan membangun image dari kacamata orang lain.

Menurut saya saat ini, masyarakat menciptakan sebuah standardisasi bahwa kesuksesan seseorang itu ditandai dengan satu, dia punya uang. Dua, dia punya jabatan penting/karir yang bagus di sebuah instansi/perusahaan. Tiga, dia bisa melakukan apa yang belum/tidak bisa dilakukan orang lain yah semisal pergi ke restaurant mewah, ke luar negeri, jalan-jalan ke suatu tempat, nongkrong di cafe. Di situlah muncul branding dan differentiation. Ya, manusia memang haus akan pengakuan, haus akan pujian...disitulah akhirnya gampang sekali individualime dan hedonisme mempengaruhi kita untuk menciptakan image dari kacamata orang lain. Padahal terbebani oleh standar umum kesuksesan itu nggak enak lho...bikin standar kesuksesan sendiri aja lebih asyik...

Bolehlah sesekali kita sharing dengan orang lain, misal kita pergi ke Perancis terus foto di depan menara eiffel habis itu kita upload foto itu di FB...okelah. Terus terang, beberapa friends di salah satu akun sosial networking saya sering kali update status, gonta ganti, terutama ketika dia sedang ada di luar negeri...entahlah apakah niatnya adalah show off, atau memang sedang pengen update status...yang jelas saya geli membacanya...karena...lucu aja...terkesan bahwa ketika kita sudah tahu suatu tempat adalah suatu kehebatan tersendiri...radak norak jadinya.

(dan saya tidak peduli jika ada yang bilang saya menulis seperti ini karena saya iri...ahahaha...pernah atau tidaknya saya keluar negeri, terserah saya dong mau cerita atau nggak...wkwkwk)

Kedua, fenomena menggelikan berikutnya adalah pamer barang. Nah, pernah beberapa kali saya membaca status begini :

“Hmm...enaknya beli Samsung Galaxy Tab atau Ipad 3 ya?”
“Habis gajian langsung dibelikan tablet PC alamat puasa sebulan”
Dalam benak saya hanya terbersit satu hal, “Pentingkah sharing kepemilikan benda di status FB?”

Jika saya mungkin pernah melakukannya, artinya saya juga pernah ikutan fenomena nggak penting di dunia socmed. Ahahaha....

Dulu saat belum banyak orang pake b****b***y, pasti siapa aja yang update status dan dibawahnya ada tulisannya dan gambar logo b****b***y bangga...bangga karena yang lain masih update status via internet kantor yang gratisan itu, sedang mereka udah petentang petenteng dengan b****b***y...Inilah fenomena riya yang saya maksud. Saat ini serasa dunia diciptakan untuk membentuk manusia-manusianya menjadi mengagungkan benda untuk menciptakan prestis.

Fenomena ketiga...sebenarnya ini adalah fenomena yang cukup menggelikan yang sering dilakukan para wanita. Ada kemungkinan saya juga pernah melakukannya...

Seringkali, saya melihat, teman-teman saya yang baru menikah dan baru saja merasakan indahnya punya suami/istri. Sering menulis status seperti ini :

“Dinner bareng hubby tercinta, si A” ; “Makasih ya Papa si B, Mama suka banget hadiahnya, si dedek juga suka” (ini biasanya kalo si cewek lagi hamil...wkwkwk) ; “you are really the best husband in the whole world, colek sayangku si C”

Ahahaha...kadang senang juga melihat kebahagiaan orang lain...tapi sesuatu yang dikonsumsi berulang-ulang akhirnya juga jadi MBLENEK...ahahaha...pada akhirnya si pembaca status MUNGKIN akan berpikir seperti ini dalam bahasa saya “iyo yo duwe bojo, bolak balik ngetag ngetag jeneng bojone”. Tapi sayapun berharap, 5-7 tahun lagi nggak akan ada temen saya nulis status “Hei suamiku, akhirnya lu gue end!!! Mana janji-janji manismu saat pacaran dulu?? Apa habis manis sepah dibuang begitu aja”...jangan sampai ya...

Akhir kata, secara keseluruhan tulisan ini hanya tulisan ringan saya. Tidak bermaksud menyindir siapapun...saya bukan pengamat sosial bukan pengkaji atau peneliti. Saya cuma seseorang yang tertarik mengamati sesuatu yang menurut saya unik.

Overall...ada satu hal yang saya sukai dari sosial media saat ini...temen-temen saya pada mengupload foto-foto anaknya...dan sering juga bercerita di status tentang anak-anak mereka...saya yang baca juga jadi seneng, fotonya lucu-lucu...dan saya rasa sharing tentang perkembangan buah hati temen-temen lebih baik daripada sekedar pamer travelling destination dan gadget...

Salam manis

Astri AFEX

Rabu, 02 Januari 2013

Catatan Awal Tahun


Memarahi Hidup

Kadang kita marah dengan keadaan...muak dengan hidup dan kehidupannya karena apa yang kita inginkan tidak direspon oleh suratan takdir sebagaimana seperti yang kita harapkan...
Tahun 2010, lulus dari jurusan Akuntansi, hanya satu hal yang saya inginkan...jadi professional chef... Saya ingin mengambil program grand diploma of hospitality and culinary di lembaga manapun yang memungkinkan...berbagai cara saya lakukan, berbagai upaya saya tempuh dengan harapan saya bisa diterima di sekolah kuliner sekaliber Le Cordon Bleu...sampai menghabiskan jutaan rupiah untuk mempersiapkan aplikasi beasiswa ke Australia juga saya kerjakan dengan sepenuh hati...

Tapi apa kuasa saya jika Allah berkehendak lain....?

Semua harapan dan impian itu hilang seketika waktu saya tidak diterima untuk bersekolah   
Kuliner,

DIMANAPUN...

Saya memarahi diri sendiri kenapa dulu tidak sejak awal menghambil jurusan culinary, kenapa sejak lulus SMA saya tidak melamar beasiswa culinary ke luar negeri...padahal saya sangat ingin tahu banyak hal di dunia culinary...

Saya memarahi hidup kenapa di saat saya baru mengetahui apa yang saya cita-citakan saya tidak memiliki kemampuan secara finansial untuk menuju kesana...

Saya memarahi kehidupan kenapa saat itu orang tua saya sudah tidak sanggup secara finansial mengupayakan saya mengambil diploma di lembaga pendidikan di Indonesia...

Ya saya marah, frustasi, kadang-kadang saya menangisi diri saya dan obsesi-obsesi bodoh saya yang saat itu hanya akan jadi kemustahilan...

Kemudian setelah lulus short course dari Imperial Cooking School saya pulang ke Malang...tetap dengan memarahi kehidupan saya...tetap dengan cita-cita saya menjadi chef...tetap dengan keinginan saya untuk hijrah ke luar negeri...

Ketika sampai di Malang, hanya ada satu pertanyaan di benak saya...

Apa yang harus aku lakukan untuk membuat kehidupanku lebih baik?

Apa yang harus aku lakukan agar seluruh harapan, cita-cita dan cinta saya di dunia kuliner terwujud...

Saya mulai belajar berdamai dengan kehidupan...belajar menjalani hidup ini dengan ikhlas, tanpa berharap banyak melainkan dengan bertindak lebih banyak...

Tahun 2012 adalah tahun dimana saya benar-benar belajar tentang kehidupan...ya, kehidupan yang saya inginkan... Setahun kemudian dihari ini saya sadar...apa yang telah saya murkai pada kehidupan saya sebelumnya ternyata membuat saya jauh lebih baik...dari segala hal...

Jika saya masuk sekolah kuliner sekaliber LCB, pasti saya akan terbiasa memasak dengan alkohol dan babi...padahal prinsip hidup saya adalah saya akan selalu menghindari memasak makanan yang tidak halal menurut keyakinan saya...

Jika saya diterima beasiswa dan sekolah di Sydney saya tidak akan bisa membantu ibu saya menyokong perekonomian keluarga karena bapak saya sudah pensiun...Sedikit banyak saya mulai belajar menjadi tulang punggung keluarga...

Jika saya menjadi chef saya tidak akan pernah mendirikan A Food Experience dan menyalurkan ide-ide kreatif saya sesuai dengan keinginan saya, saya hanya akan bekerja di dapur dan memasak dan menjadikannya sebuah rutinitas mencari nafkah...

 Jika saya tidak kembali ke Malang, saya mungkin tidak akan pernah bertemu dengan Muhammad Fahmi. Seseorang yang menyalakan kembali api impian dalam diri saya untuk menjadi seorang pengusaha kuliner, yang mencintai tanpa pengekangan yang mencegah saya untuk mengaktualisasikan diri menjadi sosok yang saya impikan...

Di titik ini...saya akhirnya mulai berdamai dengan kehidupan saya...Saya tidak akan memarahi hidup dan menangisinya karena dia tidak memenuhi apa yang saya inginkan

Om saya juga pernah berpesan, jangan hanya mensyukuri apa yang kita dapatkan dari hidup, tapi syukuri juga apa yang kita lakukan ketika kita hidup...

Ya...pada akhirnya saya tahu apa alasan Tuhan merencanakan semua kegagalan beberapa tahun yang lalu...hari ini saya tahu...dan kemudian suatu hari nanti...

Kehidupan yang akan bercerita tentang saya...karena saya sudah berteman dengannya...tidak ada yang perlu saya keluhkan tentang hidup pada seluruh dunia...

Saya biarkan sang kehidupan yang akan berkata-kata pada dunia tentang betapa asyiknya bersahabat dengan saya...



Salam sayang
Astri AFEX dan Hidupnya