Rabu, 25 April 2012

Hari Bahagia Kami Bertiga



Alhamdulilah...puji syukur yang berlimpah saya ucapkan pada Allah SWT karena hari ini, akhirnya, dua sahabat saya...lebih tepat dua saudara saya...diterima bekerja. Congratulations Fai dan Har sayangkuu.....
Trio bocah itu akhirnya sekarang ‘harus’ menjadi wanita dewasa...

Kami selalu menjuluki diri kami sebagai bocah, karena kami tiga orang yang jika bersama, tidak punya beban sama sekali...yang ada cuma bercerita dan tertawa-tawa...meski kami sedih kami tertawa, apalagi kalo senang...pikiran kami sangat sederhana saat itu, kuliah udah stress kenapa harus dibikin stress...kami tertawa lepas nggak peduli ada yang terganggu ato berteriak-teriak nggak peduli dianggep gila...ahahaha.......sumpah......bocah sekali kita ya....



Dan hari inii.....

Harisah diterima sebagai pegawai tetap non PNS di Universitas Brawijaya Malang, Fai diterima di lab medis di Kampus B Unair Surabaya dan saya tetap pada jalan menuju Le Cordon Bleu dengan menjadi culinarypreneur di Eltri Berkah Lestari...perusahaan saya sendiri...ahahaha....

Paimin versi dewasa...macak ayu...



Versi Bocah = tengil
Versi bocah = sadis
Versi bocah nggak jelas
Versi bocah nggragas

Saya masih mengingat masa-masa itu, ketika kami selalu bertiga di kelas, belajar dengan tidak pernah serius, ngantuk bersama-sama di kelas, ketawa ngakak nggak pake anggun dan jaim-jaiman, makan siang dengan menu sama (nasi sop telor penyet) di kantin perpus UB, tidur di asrama etos sambil nunggu kuliah, ngerjain peer barengan (lebih tepatnya Har dan Fay meng-copy tugas saya), liburan sama begundal ke WBL dan masih banyak kenangan manis lainnya...

Dan tiba-tiba semuanya bakal berubah...hahaha...rumpik...
Bocah atau dewasa tiada beda

Versi dewasa tapi sok bocah

Setelah ini masing-masing dari kita udah punya kehidupan baru sendiri-sendiri...tapi pasti saya akan selalu mencari mereka berdua...obat stress paling ampuh...ahahaha...rasa kangen itu pasti semakin sering terasa ketika waktu dan tempat membatasi kita untuk bertemu...tapi itulah senangnya bersahabat...tanpa rasa kangen, pertemuan nggak akan terasa sangat berharga...

Seandainya saja bisa

Saya pengen jadi bocah selamanya bersama mereka....

Ngapain jadi orang dewasa, banyak tanggung jawab, banyak pikiran...mikir nikah, mikir punya anak, mikir cari uang buat anak, mikir beli rumah....hahahaha...rumpik sekali...kalo ada cita-cita jadi anak kecil selamanya...mungkin saya sekarang banting setir bercita-cita jadi ‘bocah’ selamanya....ahahaha...........

Peluk kangen Paimin dan Harisah

Astri

Selasa, 24 April 2012

Sesuatu yang Lucu

Baru kali ini saya melihat sesuatu yang sederhana tapi bikin saya senyam senyum sendiri...hahaha...


He wrote this last week on vacation with his fellas...

Thank You Famii...

You are really the music in me...

Pergi


Apakah esensi sebuah keberadaan? Akankah keadaan atau ketiadaanmu memberikan sebuah jaminan. Hari itu telah terhitung dalam kata puluhan tahun, kita menua tanpa saling melihat, kita bersama dalam keterikatan saling membutuhkan tanpa makna untuk menggali sebuah perasaan yang lebih mendalam. 

Kadang aku merasa, sejatinya keberadaanku hanyalah sebatas sebuah masa lalu yang esoknya kau abaikan. Sebuah raga yang kekosongannya tak pernah kau isi, sehingga hari demi hari perasaan itu makin surut. Tahukah kau menyayangi itu ibarat proses pengisian satu gelas perasaan, jika kau biarkan gelas itu duduk manis di permukaan meja, maka airnya akan menguap dan lama-lama habis, kosong.

Aku selalu berdoa, bercerita pada Tuhan, suatu saat aku ingin kembali menemukanmu. Tapi aku ingin sang waktu memutarbalikkan dirimu menjadi kau di masa lalu, bukan dirimu yang diputarbalikkan olehnya. Aku bertanya padaNya, mengapa jarak telah merubah perasaan, dan kenapa waktu semena-mena menghilangkan kasihnya, sehingga kubiarkan diriku yang berusaha memulai semuanya dari nol. 

Aku yang akan mengisi gelas perasaanmu hari demi hari. Namun, baru saat ini aku sadar jika semakin kau mencintai seseorang, maka semakin mudah kau menggores hatinya. Padahal teori sempurna cinta adalah penerimaan tanpa syarat yang ujiannya disebut dengan memaafkan tanpa kata tapi.

Batinku selalu meminta kau nafkahi dengan perhatianmu, puluhan tahun perasaan itu telah menjadi hambar sehingga rasa kehilangan menjadi mati rasa. Ada atau ketiadaan raga kita masing-masing tidaklah penting. Tanpaku kau tetap melihat pelangi, ada tidaknya aku yang kau pikirkan hanyalah sukamu. Sepertinya ego telah membujukmu perlahan untuk menempatkan kekuasaanmu diatas semuanya. 

Kau tak pernah tahu kapan aku menangis, bertanyalah pada bantal, guling, dan selimut tempatku meringkuk bersembunyi. Aku menghabiskan perasaan sakit itu sepanjang malam, kemudian setelah lelap menjemputku ke sebuah tanah di dunia mimpi, aku berharap esok akan menyembuhkan luka. Dimana dirimu saat aku menanti perlindungan dari segala kekhawatiran. Hujan dan petir di malam hari pasti tahu, bagaimana aku yang mengiba pada mereka agar segera berhenti, karena aku sendirian ketakutan. 

Ribuan hari aku menunggu saat aku bisa memilikimu sehingga aku bisa belajar mencintaimu kembali, tapi sepertinya kau hanya menghendaki aku menghilang lesap dalam kejauhan yang tak kau abaikan.

Bagaimanakah kau mendefinisikan bahagiaku? dengan menggelontori nafsuku bersama semua materi yang kau punya? Kekayaanmu membuatku memandang sebelah mata, bagaimana bisa kau hargai perasaan sayangku seharga nominal materi yang kau beri? kemudian di masa depan kau tagih perasaan itu atas nama balas budi. Kau bisa memiliki semua yang kau mau, karena jika kau tau, rasa sayang itu hanyalah sebuah kualitas. Kau tak akan bisa menemukannya jika kau menilai dengan logikamu yang begitu matematis.

Sesekali aku ingin berteriak padamu, hanya sekali mungkin untuk terakhir kalinya, aku ingin menutup semua kalimat tentang perasaan yang tak pernah terselesaikan. Biarkan aku pergi melepas semua kekecewaan yang terakumulasi hingga ketika perasaan sakit itu telah meledak dalam batin ini, kau tahu bagaimana rasanya kehilangan. 

Kemudian aku akan berlari, mencari satu pelukan dimana bersemayam kasih yang tak pernah kudapat...

Darimu...

Senin, 23 April 2012

Simfoni No. 5

Ada satu dunia, satu cerita, satu waktu, dan satu simfoni...masing-masing memiliki gravitasi yang menarikku dengan satu perasaan yang sama...

Aku selalu membayangkan, bagaimana jika dunia ini sepi...kami tak mengenal warna, kami tak mendengar nada, dan kami tak bersua dengan cinta... 

Manusia dengan relativismenya sendiri akan menggambarkan sebuah makna, dimana perasaan bahagia itu bisa dirasa ketika kami kehilangan hak untuk menemukannya?

Kami memasung hati dalam perasaan yang menyakitkan, padahal membiarkan sebuah rasa tidak menyenangkan merasuk di tubuh adalah cara yang cepat untuk melepas. Lalu kubiarkan rasa sakit itu menjalar bersahabat dengan sel-sel tubuh dan mengalir bersama darah. Penyembuh lara hanyalah perpisahan dan waktu...

Satu simfoni selalu diawali dengan melodi yang indah, kami menyadari bahwa hukum awalan akhiran tidak bisa ditawar, sehingga bait not terakhir sebagai penyelesaian selalu menjadi bagian yang tidak dinanti...

Kemudian aku memutuskan...Kali ini aku tidak akan mencari penyempurnaan, aku tak akan menuliskan nada dalam sebuah aransemen lagu, biar lagu yang menuliskan iramanya untukku. Kutulikan telingaku hingga aku tak berusaha untuk membunyikannya dalam heningku...

Biarlah simfoni no. 5 menjadi sebuah awalan, tapi akan kubuat nada-nadanya menjadi sebuah musik yang selalu berbunyi...tanpa sebuah akhiran...


-Untuk simfoni no. 5, Muhammad Fahmi-

Selasa, 17 April 2012

Hari Ketika Mbah Herman Pergi...


19 Agustus 1999, pertama kalinya dalam hidup saya, saya kehilangan seseorang yang begitu penting dalam hidup saya. Mbah Kung Benny...Seandainya saat itu saya tahu bahwa hari itulah terakhir kalinya saya akan melihat Mbah Kung, saya ingin merekam setiap bagian terakhir pertemuan saya dengan mbah kung, ketika beliau mengantarkan saya pergi ke sekolah di pagi hari seperti biasanya. Pastinya saya akan memeluknya, menciumnya dan berkata bahwa saya begitu mencintainya...dan ketika beliau pergi, saya bisa merelakannya dengan perasaan lega...

Itulah hidup yang bisa seketika memberi kita begitu banyak kebahagiaan, sekaligus punya kuasa untuk merenggut kebahagiaan kita tanpa mau sedikit berkompromi...

Hari ini, Mbah Hermanto Reksoprodjo, kakak dari Mbah Kung Benny meninggal dunia setelah sempat dirawat di ICU sejak hari minggu lalu...



Mbah Herman...adalah salah satu kakek yang memiliki tempat tersendiri di hati saya. Meski beliau bukan kakek langsung saya, tapi beliau selalu mengingat saya sebagaimana cucunya seperti saya menyayangi beliau sebagai pengganti Mbah kung Benny...melihat wajah beliau selalu mengingatkan saya pada refleksi mbah kung Benny...

Ketika berita itu sampai di Malang, Mbah Ti bercerita pada saya pagi tadi ketika saya sedang mempersiapkan catering untuk hari ini bahwa Mbah Herman telah dipundhut oleh Allah SWT...saya hanya bengong, diam...kemudian memori 12 tahun yang lalu serasa diputar kembali dalam benak saya...

Saat itu Mbah Herman, dan Mbah Umi berkunjung ke Malang beberapa saat setelah Mbah Kung meninggal. Beliau menginap beberapa hari di rumah. Saya ingat sekali bagaimana kondisi beliau saat itu yang mengalami kesulitan untuk berjalan ditambah tangan beliau yang sering bergetar karena penyakit parkinson. Mbah Herman saat itu sangat suka melihat saya bermain keyboard, kebetulan saya saat SD hanya bisa memainkan lagu Burung Hantu dan Rayuan Pulau Kelapa...dan sejak saat itulah Mbah Herman memanggil saya dengan sebutan Burung Hantu...Akhirnya, setiap kali Mbah Ti dan Mbah Herman saling menelpon, Mbah Herman tidak lupa bertanya

“Apa kabar si Burung Hantu...?”


Lama sekali saya tidak bertemu beliau, kami sempat berkirim surat, kartu pos dan ucapan lebaran. Sampai sekarang saya masih menyimpan kartu pos yang beliau kirimkan pada saya beberapa tahun lalu. Terakhir kalinya kami saling kontak melalui facebook, dan saya memuji beliau yang begitu mengikuti perkembangan jaman dan mau belajar ber-facebook-an...

Seketika memori itu kembali, ketika itu pula saya menangis sambil memasukkan makanan ke lunchbox...rasanya hati saya saat itu sakit sekali...

Saya menyesal kenapa niatan saya mengunjungi beliau saat saya di Jakarta dulu belum terealisasi. Saya ingin sekali mengunjungi beliau, tapi saya nggak tahu arah dan dimana rumah beliau di Lebak Bulus. Berharap ada saudara yang bisa mengantarkan saya kesana, tapi tampaknya niatan itu sampai saat ini hanya akan menjadi niatan yang saya sesali,,,menyesal kenapa dulu nggak berusaha sendiri pergi kesana dan ketemu Mbah Herman...

Meski penyesalan seperti ini nggak ada gunanya, tapi penyesalan itu jika didiskripsikan rasanya seperti ada sesuatu yang mengganjal di dada saya...sakit sekali, ketika rasa sakit itu makin ditangisi maka akan makin menyesak dan mengganjal...

Mbah Herman sekarang telah kembali ke pelukan Sang Pencipta...dan yang bisa saya lakukan adalah mendoakannya. Mendoakannya adalah cara saya memeluknya dari jauh...

Semoga beliau bahagia di pelukanNya...



 Doa dan Cinta untuk Mbahku, Hermanto Reksoprodjo

-Burung Hantu-